Taman Nasional Gunung Leuser


Taman Nasional Gunung Leuser merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan.
Hampir seluruh kawasan ditutupi oleh lebatnya hutan Dipterocarpaceae dengan beberapa sungai dan air terjun. Terdapat tumbuhan langka dan khas yaitu daun payung raksasa (Johannesteijsmannia altifrons), bunga raflesia (Rafflesia atjehensis dan R. micropylora) serta Rhizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar dengan diameter 1,5 meter. Selain itu, terdapat tumbuhan yang unik yaitu ara atau tumbuhan pencekik.
Satwa langka dan dilindungi yang terdapat di taman nasional antara lain mawas/orangutan (Pongo abelii), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Capricornis sumatraensis), rangkong (Buceros bicornis), rusa sambar (Cervus unicolor), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis sumatrana).

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir. Berdasarkan kerjasama Indonesia-Malaysia, juga ditetapkan sebagai “Sister Park” dengan Taman Negara National Park di Malaysia.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Gurah. Melihat dan menikmati panorama alam, lembah, sumber air panas, danau, air terjun, pengamatan satwa dan tumbuhan seperti bunga raflesia, orangutan, burung, ular dan kupu-kupu.
Bohorok. Tempat kegiatan rehabilitasi orangutan dan wisata alam berupa panorama sungai, bumi perkemahan dan pengamatan burung.
Kluet. Bersampan di sungai dan danau, trekking pada hutan pantai dan wisata goa. Daerah ini merupakan habitat harimau Sumatera.
Sekundur. Berkemah, wisata goa dan pengamatan satwa.
Ketambe dan Suak Belimbing. Penelitian primata dan satwa lain yang dilengkapi rumah peneliti dan perpustakaan.
Gunung Leuser (3.404 m. dpl) dan Gn. Kemiri (3.314 m. dpl). Memanjat dan mendaki gunung. 




Kutacane, Aceh (ANTARA News) - Upaya penyelamatan ekosistem kawasan Leuser di Provinsi Aceh tidak hanya menjadi tanggungjawab penduduk Aceh tapi juga masyarakat internasional, kata Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda.

"Leuser telah ditetapkan sebagai `paru-paru` dunia karenanya masyarakat internasional juga memiliki tanggungjawab yang sama dalam melestarikan kawasan ini," katanya di Kutacane, ibukota Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu.

Hal itu disampaikan dihadapan ribuan masyarakat dan simpatisan Partai Golkar yang menghadiri pembukaan Rapat kerja daerah (Rakerda) partai tersebut.

Oleh karena itu, Sulaiman Abda yang juga Ketua DPD I Partai Golkar Aceh minta para pihak yang diberikan "amanah" untuk mengelola Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) harus melakukan aksi nyata yakni pemberdayaan masyarakat yang bermukim di dekat gunung Leuser.

"Ekonomi masyarakat terutama yang bermukim di kaki gunung Leuser itu perlu segera diberdayakan, sehingga mereka memiliki tanggungjawab bersama dalam menjaga keselamatan Leuser, dengan tidak menebang atau toleransi kepada siapapun yang akan mengusik keselamatan Leuser," katanya menambahkan.

Sebelumnya, Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) mengeluarkan data kerusakan Leuser dalam lima tahun terakhir (2005-2009) mencapai seluas 36 ribu hektare.

Data BPKEL menyebutkan pada awal 2005 luas tutupan hutan di KEL 1.982.000 hektare dan akhir 2009 mengalami deforestasi, sehingga luasnya menjadi 1.946.000 hektare .

BPKEL memperoleh data kerusakan hutan dengan menggunakan salah satu metode penginderaan jauh, yaitu interprestasi citra satelit, yakni LANDSAT (USGS/NASA) tahun 2005-2009.

Dipihak lain, Sulaiman Abda mengimbau masyarakat dan pemerintah terutama yang wilayahnya sebagai tempat letaknya Leuser, seperti Kabupaten Aceh Tenggara, juga memiliki kepekaan tinggi dalam upaya menyelamatkan Leuser.

"Jangan sampai bencana terjadi akibat ulah kita menebang pohon dan merusak lingkungan lainnya. Kalau Leuser terus dirambah maka saya khawatir bencana bisa menimpa masyarakat, terutama mereka yang bermukim di KEL," katanya.

Hutan KEL saat diharapkan bisa menjadi salah satu "produk" pendapatan masyarakat dan Aceh khususnya melalui program perdagangan karbon yang telah digagas Pemerintah Aceh bersama dunia internasional.

Pembukaan areal kebun dan lahan pertanian masyarakat merupakan keharusan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, tapi dengan tidak merusak lingkungan dan perambahan hutan, kata Sulaiman Abda.

Arung jeram di Sungai Alas. Kegiatan arung jeram dari Gurah-Muara Situlen-Gelombang selama tiga hari.

Atraksi budaya di luar taman nasional yaitu Festival Danau Toba pada bulan Juni di Danau Toba dan Festival Budaya Melayu pada bulan Juli di Medan.
Musim kunjungan terbaik : bulan Juni s/d Oktober setiap tahunnya.
Cara pencapaian lokasi: Medan-Kutacane berjarak ± 240 km atau 8 jam dengan mobil, Kutacane-Gurah/Ketambe berjarak ± 35 km atau 30 menit dengan mobil, Medan-Bohorok/Bukit Lawang berjarak ± 60 km atau 1 jam dengan mobil, Medan-Sei Betung/Sekundur berjarak ± 150 km atau 2 jam dengan mobil, Medan-Tapaktuan berjarak ± 260 km atau 10 jam dengan mobil.
Kantor: Jl. Raya Blangkejeren No. 37 Km 3
PO Box 16, Kutacane
Nanggroe Aceh Darussalam
Telp. (0629) 21358; Fax. (0629) 21016
E-mail : tnglaceh@indosat.net.id



Tags: ,
Gading Moore

––––•(-• Tentang Gading Moore •-)•––––

Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan.
The way to get started is to quit talking and begin doing.
Walt Disney

0 komentar

Posting Komentar

Translate

Popular Posts