Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan merupakan simbol keberanian,keperkasaan,pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari abad ke abad.
Menurut salah satu sumber Rencong telah dikenal pada awal Islam Kesultanan di abad ke-13.
Di jaman Kerajaan Aceh Darussalam rencong ini tidak pernah lepas dari hampir setiap pinggang ( selalu diselipkan dipinggang depan ).
Rakyat Aceh yang rata-rata punya keberanian luar biasa baik pria maupun wanita karena rencong ini bagi orang Aceh ibarat tentara dengan bedilnya, yang merupakan simbol keberanian, kebesaran, ketinggian martabat dan keperkasaan orang Aceh.
Sehingga orang-orang portugis atau portugal harus berpikir panjang untuk mendekati orang Aceh.
Di masa ini Rencong mempunyai tingkatan yang menjadi ciri khas strata masyarakat, untuk seorang Raja/Sulthan dan Ratu/Sulthanah untuk sarungnya terbuat dari gading dan untuk belatinya terbuat dari emas, hingga sampai ke strata masyarakat bawah untuk sarung terbuat dari dari tanduk kerbau ataupun kayu dan untuk belati terbuat dari kuningan atau besi putih, tergantung kemampuan ekonomi masing-masing.
Aceh sebagai sebuah kekuatan militer penting di dunia Melayu, dengan persenjataan yang sangat penting.
Karena hubungan internasional dengan dunia barat, bentuk rencong juga mulai mengikuti perkembangannya, terutama Turki dan anak benua India.
Rencong juga mempunyai kesamaan dengan blade yang dipakai oleh prajurit Turki di masa Sulthan Mahmud kerajaan Ottoman Turki dan juga Mughal scimitar dari beberapa orang dengan gaya rapiers dan daggers ( bahasa bule ) yang bergantung gantung dari ikat pinggang di tembok gantung Madras, India tahun 1610-1620.
sumber Belanda Yang merujuk pada persenjataan Aceh di abad ke 14. Contoh persenjataan ini dapat dilihat dalam ilustrasi buku baik pada perang kolonial Belanda yang dihasilkan oleh Pusat Data Dokumentasi dan di Aceh pada tahun 1977.
Sebuah majalah artikel populer yang menyatakan bahwa bentuk rencong itu invented di Aceh pada abad 16 pada jaman Sultan AI Kahar,Sultan yang mempunyai hubungan dekat dengan Khalifah Turki Ottoman,disaat meminta bantuan untuk menyerang Portugis.
Menurut salah satu sumber juga,Pada abad ke 18 Tokoh pahlawan sastra Pocut Muhammad untuk memerintahkan membuat rencong sebanyak-banyak karena persediaan baja yang menumpuk,rencong ini dapat dilihat di Museum Praha, Ceko.Rencong yang paling berharga dari abad ke 19 dengan ukiran huruf Arab ada di museum Jakarta .
Di masa lalu,simbolisme Islam dari rencong telah dihubungkan dengan Perang Suci atau jihad.dengan kekuatan senjata ditangan dan keyakinan pada kuasa Allah. Rencong seperti memiliki kekuatan yang ghaib.sehingga si masyarakat Aceh sangat terkenal pepatah :
“Tatob ngon reuncong jeuet Ion peu-ubat, nyang saket yang tapansie Haba.”
Di masa Aceh mengusir Portugis dari seluruh tanah sumatra dan tanah malaka serta masa penjajahan Belanda rencong merupakan senjata yang mematikan disamping pedang dan bedil yang digunakan di medan perang, tidak hanya oleh para Sulthan, Laksamana,Pang, Pang sagoe, Uleebalang,Teuku,Teungku Agam, Sayed, Habib Cut, Ampon ,Cut Abang ( para kaum pria ) namun juga oleh Teungku Inong, Syarifah, Cut Kak, Cut Adoe, Cut Putroe, Cut Nyak ( kaum wanita ). Senjata ini diselipkan di pinggang depan setiap pria dan wanita perkasa Aceh sebagai penanda Keperkasaan dan ketinggian martabat, sekaligus simbol pertahanan diri, keberanian, kebesaran, dan kepahlawanan ketika melawan penjajah Belanda.
Dalam perjuangan dan pertempuran melawan Portugis dan Belanda, sejarah mencatat nama-nama besar pahlawan-pahlawan dan srikandi Aceh, seperti Tgk Umar,Panglima Polem,Teungku Chik Ditiro, Laksamana Malahayati,Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan Teungku Fakinah yang tidak melepaskan rencong dari pinggangnya.
Rencong memiliki makna filosofi religius dan keislaman, Gagangnya yang berbetuk huruf Arab diambil dari padanan kata Bismillah. Padanan kata itu bisa dilihat pada gagang yang melekuk kemudian menebal pada bagian sikunya. Gagang rencong berbentuk huruf BA,gagang tempat genggaman merupakan aksara SIN, lancip yang menurun ke bawah pada pangkal besi dekat gagangnya merupakan aksara MIM, Pangkal besi lancip di dekat gagang yang erupai lajur-lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya melambangkan aksara LAM ,Bagian bawah sarung memiliki bentuk huruf HA, sehingga keseluruhan hurup “BA, SIN, MIM, LAM, HA”, susunan huruf yang terbaca membentuk kalimat Bismillah.Ini merupakan lambang yang memperlihatkan karakteristik masyarakat Aceh yang sangat berpegang teguh pada kemuliaan ajaran Islam.
Secara umum rencong atau Rincong yang menjadi senjata andalan dalam sejarah masyarakat Aceh dikenal, ada 5 macam yaitu :
- RIncong Meucugek :
Mengapa disebut rincong meucugek karena pada gagang rencong tersebut terdapat suatu cugek atau meucugek ( dalam istilah Aceh )seperti bentuk panahan dan perekat.
- Rincong Pudoi :
Dalam masyarakat Aceh istilah pudoi berarti belum sempurna alias masih ada kekurangan. kekurangannya dapat dilihat pada bentuk gagang rencong tersebut.
- Rincong Meupucok :
Keunikan dari Rincong ini memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran dari gading atau emas. Bagian pangkal gagang dihiasi emas bermotif pucok rebung/tumpal yang diberi permata ditampuk gagang,keseluruhan panjang rencong ini lebih kurang 30 cm.bilah terbuat dari besi putih.sarungnya dibuat dari gading serta diberi ikatan dengan emas.
-Rincong puntong
Keunikan dari Rincong puntong pada Hulu Puntung, dengan belati yang ditempa dengan loga, kepala Rencong dari tanduk kerbau dan sarung dari kayu.
- Rincong Meukure:
Rincong ini mempunyai perbedaan dengan yang lain pada mata rincong yang diberi hiasan tertentu seperti gambar bunga,ular,lipan dan sejenisnya.
seiring perjalanan waktu senjata Rencong semenjak Aceh bergabung dengan Indonesia sampai sekarang perlahan-perlahan pusaka ini berubah fungsi hanya menjadi barang suvernir atau cenderamata dan pelengkap pakaian adat Aceh pengantin pria.
emoga Pemerintah daerah dapat menyelamatkan dan melestarikan asset sejarah Aceh dari abad ke abad ysng sangat berharga ini, kalau pusaka ini tidak berharga Aceh tidak akan digelar dengan ACEH TANOH RINCONG.
Artikel dan gambar dari berbagai sumber dalam dan luar negeri.
http://aneukagamaceh.blogspot.com/2009/02/rencongsenjata-pusaka-rakyat-aceh.html
****
Rencong :
Senjata satu ini sudah dikenal sejak abad ke 13 di Tanah Aceh, pada periode ini dimana masa berkembangnya Kerajaan Samudera Pase, selaku kerajaan Islam pertama dikawasan Asia Tenggara. namun yang membuat saya penasaran siapa orang pertama yang menciptakan rencong, dengan kemampuan dan bentuknya ini senjata yang sempat menjadi julukan untuk tanah aceh dengan sebutan “Tanoh Rencong”. dari berbagai catatan sejarah belum ada penjelasan asal usul pencipta rencong lengkap dengan biodatanya.
Jenis rencong dan pemakainya
Pada umumnya Di Aceh Bentuk rencong melambangkan golongan/tingkatan status si pemakai.
Ada 3 bentuk golongan rencong yang dikenal di aceh .
Pertama : Rencong Meupucok yang dipakai oleh kalangan atas (kaum bangsawan), perbedaan rencong meupucok pada gagangnya dibungkus dengan perhiasan emas.
Kedua : Rencong Meucugeek yang digunakan oleh kalangan menengah di aceh. Rencong meucugeek yakni rencong yang gagangnya dibuat dari gading gajah yang kadang-kadang dihiasi pula dengan perhiasan emas pada sumbunya.
Ketiga : Rencong Pudoi atau lebih dikenal dengan rencong biasa, pada dasarnya rencong peudoi ini gagangnya dibuat dari tanduk yang sudah diulas licin, sehingga mutunya tidak kalah dengan rencong yang sumbunya dibuat dari gading atau bergagang pucok yang dibungkus dengan emas.
Bentuk Umum Rencong
Meskipun bentuk rencong berbeda-beda namun yang membedakan secara bentuk adalah gagangnya.
Karena perbedaan bentuk itulah kemudian muncul nama-nama rencong itu sendiri, selain rencong meupucok, meucugeek dan peudoi (atau biasa) ada beberapa bentuk rencong lain yang dikenal diaceh, seperti rencong Meukuree dan rencong umum.
Rencong umum yang dimaksud adalah rencong yang tidak termasuk kedalam empat golongan rencong manapun.
Sedangkan dari fungsinya rencong terdiri dari beberapa jenis yang kesemuanya berfungsi sebagai senjata tusuk, antara lain : Uléè’ lapan sagoe, S i w a ‘i h, Uléè’bdh glima, Uléè’ paroh blesékan, Uléè’ dandan, Uléè’ mcucangge dan Uléè’janggok.
Secara umum detail gambaran rencong adalah sebagai berikut :
Gagang Rencong
1. Batang rencong
2. Fungsi kedudukan puting rencong didalam gagang.
3. Gagang rencong bentuk gagangmeucugek.
4. Bahagian rencong yang disebut cugee.
Puting Rencong
1. Puting rencong.
2. Batang rencong
Batang Rencong
Batang rencong, yaitu bagian besi yang menghubungkan puting dengan
bengkuang rencong.
1. Batang rencong
2. Bengkuang rencong yang berbentuk kuku elang atau kuku raja wali.
3. Bagian pangkal rencong sebelah mata rencong.
Bangkuang Rencong;
Bangkuang rencong ini bila diartikan dalam bahasa Indonesia, agaknya
lebih tepat disebut kuku elang atau kuku raja wali rencong.
Gunanya sebagai kuku penyangkut, apabila disarungkan berfungsi sebagai sangkutan bila diselipkan pada pinggang sipemakainya.
1. Bengkuang rencong
2. Bagian pangkal rencong
3. Bagian batang rencong yang dikatakan juga reukueng-reukueng.
Perut Rencong;
Perut rencong merupakan bagian mata rencong yang letaknya di
tengah-tengah mata rencong.
Bagian ini diasah sehingga tajam, yang kadang-kadang dipergunakan untuk memotong sesuatu benda yang agak keras.
1. Perut rencong
2. Arah kebagian pangkal rencong.
3. Arah kebagian ujung rencong
4. Bagian yang diasah sehingga tajam, untuk memotong sesuatu
benda yang agak keras.
Ujung Rencong;
Ujung rencong adalah bagian mata rencong yang runcing, karena
pa ‘a bagian ujung rencong itulah vang menentukan tembus tidaknya,
sesuatu benda yang ditusuk atau ditancapkan dengan sebilah
rencong.
Di samping itu digunakan pula untuk menggores sesuatu benda yang hanya mempan ditembus oleh ujung rencong.
1. Ujung rencong
2. Arah kebagian perut rencong
3. Ujung yang sangat runcing untuk menembus sasarannya.
Karena ada rencong tertentu dianggap sebagai barang bernilai magis religius dalam pandangan masyarakat Aceh, maka rencong sama sekali tidak digunakan sebagai alat pemotong atau pengupas.
Dia dipakai apabila amat diperlukan, misalnya jika menghadapi musuh. Pada dasarnya setiap masyarakat Aceh memiliki sebilah rencong sebagai senjata yang mendampingi hidupnya, sejak mereka berumur 18 tahun, walaupun rencong itu tidak dibawa serta atau diselipkan dipinggangnya.
sumber : buku rencong Karangan Drs. T. Syamsuddin dan Drs. M. Nur Abbas terbitan Museum Negeri Aceh – 1981
http://acehdesain.wordpress.com/2009/12/09/rencong/
****
Tradisi Pembuatan rencong Terancam Punah
Tradisi pembuatan rencong terancam punah, terutama di Kabupaten Aceh Utara, yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan senjata tradisional khas Nanggroe Aceh Darussalam tersebut.
Di Aceh Utara, sentra perajin rencong hanya terdapat di Kecamatan Tanah Pasir, yang saat ini hanya tersisa satu perajin.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dianggap kurang peduli dalam membina perajin rencong yang saat ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sovenir khas Aceh, dibanding fungsinya di masa lalu sebagai senjata tradisional.
Salah seorang perajin rencong yang masih tersisa di Kecamatan Tanah Pasir Ishak (57) menuturkan, sebenarnya setelah tahun 2000-an, masih ada tiga orang perajin rencong di Tanah Pasir.
Bahkan, pesanan rencong dari Tanah Pasir sempat mengalami kenaikan saat masa darurat militer.
Pasukan TNI yang ditugaskan ke Aceh sering kali memesan rencong buatan tangan tersebut di Tanah Pasir sebagai sovenir.
“Bahkan saya sempat heran, tentara yang baru datang ke Aceh pun sering datang ke sini. Rupanya mereka diberi tahu teman-temannya kalau di sinilah salah satu sentra rencong terbaik di Aceh,” ujar Ishak, yang ditemui di bengkel kecilnya, di Desa Blang, Kecamatan Tanah Pasir, Sabtu (4/4).
Ishak menuturkan, beberapa tahun terakhir di Kecamatan Tanah Pasir hanya tinggal dia seorang perajin rencong yang masih bertahan. Sejumlah dua perajin lainnya menutup usaha dan bengkelnya.
“Salah satu perajin adalah abang saya.
Usahanya tak dilanjutkan karena beliau meninggal,
sedangkan satu perajin lainnya kini tak lagi membuat rencong
karena kalah kualitas dan rencong buatannya kurang laku,” ujarnya.
Sebenarnya, meski menjadi satu-satunya perajin yang masih tersisa dan praktis tanpa saingan, Ishak mengaku cukup prihatin karena keberadaan perajin senjata tradisional di Aceh Utara tersebut bisa punah jika usahanya tutup.
Saat ini, Ishak dibantu oleh anak kelimanya, Abdul Manan.
Menurut Ishak, pemerintah daerah terkesan tak peduli dengan keberadaan perajin rencong.
Sebab, menurut Ishak, dia pernah mengirimkan permintaan bantuan modal untuk membuka bengkel pembuatan rencong di luar bengkel yang kini ada di samping rumahnya.
“Maksudnya agar ada lagi bengkel lain untuk pembuatan rencong, tetapi sampai sekarang tak pernah ada bantuan dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Sebenarnya, sebagai jenis usaha kecil dan mikro, Ishak merasa berhak mendapat bantuan dari pemerintah.
Setiap hari, Ishak dan anaknya mampu membuat tiga buah rencong ukuran kecil (tiga inci) dan sebuah ukuran sedang (enam hingga tujuh inci).
“Biasanya, setelah jadi, ada agen yang datang ke mari untuk kemudian memasarkannya di Lhokseumawe atau bahkan di bawa luar Aceh,” katanya.
Penulis: Khaerudin |
http://regional.kompas.com/read/2009/04/04/16343373/Tradisi.Pembuatan.Rencong.Terancam.Punah.
****
Setelah Keris Kini Giliran Rencong
Unesco telah mensahkan keris, senjata tradisional Jawa, sebagai warisan budaya yang diakui dunia untuk dilestarikan.
Mengapa lembaga budaya PBB ini tidak melirik rencong, senjata tradisional Aceh?
Apa pula yang menyebabkan masyarakat Aceh kurang tertarik menyimpan rencong di rumah mereka?
Berikut laporan Lola Alfira reporter Radio FAS FM, mitra Radio Nederland di Meulaboh.
Rencong merupakan senjata tradisional Aceh, yang mempunyai unsur atau mencerminkan lambang kegagahan dan semangat kedaerahan. Artinya masyarakat Aceh memiliki pemikiran dan pandangan bahwa rencong merupakan senjata yang terbuat dari bahan material dan tidak ada nilai magis di dalamnya.
Karena hal tersebut dilarang benar dalam agama Islam, berbeda dengan keris. Demikian Teuku Ahmad Dadek, pemerhati budaya di Aceh barat.
Magis
Teuku Ahmad Dade: “Pandangan masing-masing komunitas dalam melihat persoalan itu berbeda.
Artinya ketika orang Aceh melihat rencong itu berbeda persoalannya dengan ketika orang Jawa melihat keris.
Karena bagi orang Aceh rencong hanya merupakan sebuah senjata tradisional.
Artinya orang Aceh memiliki pemikiran dan pandangan bahwa senjata rencong itu adalah material, tidak ada nilai-nilai magis di situ.
Karena bagi orang Aceh hal-hal seperti itu dilarang benar dalam agamanya.
Artinya menggantungkan harapan bahwa rencong mempunyai kesaktian, mempunyai hikmah dan sebagainya, dalam perfektif orang Aceh sangat tabu, dilarang.
Tapi dalam arti kehidupan orang Aceh itu justru mempunyai nilai keagamaan.
Bahwa rencong itu didisain dengan menggunakan huruf Arab dalam bismillah.
Itulah yang menjadi pegangan dari pada rencong.”
Pada masa konflik dan tsunami, toko-toko penjual suvenir Aceh diserbu pembeli yang berasal dari luar daerah, hanya untuk memburu rencong dalam berbagai ukuran.
Namun kini sebagian toko penjual suvenir Aceh tersebut gulung tikar. Molyeni dari toko Umi Suvenir mengakui masyarakat Aceh sendiri tidak ada minat membeli rencong, kecuali untuk diberikan kepada tamu yang datang dari luar. Ia menjelaskan.
Tergantung peminat
Molyeni: “Daya minat untuk pembelian rencong sekarang sangatlah jauh berbeda dengan waktu masa konflik.
Karena waktu masa konflik itu, hampir 99% rata-rata semua suka yang namanya rencong.
Itu harus terbawa pulang.
Setiap satu orang paling sedikit bawa pulang 3-5 bilah.
Jadi, pada saat itu rencong sangat berarti bagi bagi pendatang.
Kami selalu menyediakan stok banyak.
Tapi sesudah tsunami, juga tidak jauh beda dengan kita bandingkan sesudah perekonomian di Aceh mulai stabil, harga rencong tergantung sekarang dengan peminat, tamu datang ataupun orang-orang Aceh yang mau keluar yang membeli.
Orang Aceh sendiri kurang ada minat, kalau bukan untuk dia membawa barang keluar.
Orang Aceh sendiri kalau untuk kebutuhan membeli rencong untuk pemakaian, itu sangat-sangatlah kurang.
Apalagi sekarang kalau ada pejabat-pejabat yang turun ke Aceh, terutama ke Meulaboh, pasti yang diberikan rencong.”
Namun mengapa masyarakat Aceh sendiri kurang begitu peduli dan tidak begitu menjadikan rencong sebagai warisan leluhur yang harus dijaga dan dipelihara kelestariaannya?
Teuku Ahmad Dadek kembali menjelaskan hal tersebut terjadi karena tidak ada sosialisasi ke masyarakat.
Teuku Ahmad Dadek: “Agar rencong ini dapat dicintai oleh masyarakat, salah satunya adalah menempatkan rencong, agar di tiap rumah itu memiliki rencong.
Kemudian juga anak-anak sekolah diperkenalkan pada filosofi, kemudian sejarah rencong dan sebagainya, agar rencong ini tidak akan pernah lagi menjagi menjadi barang yang kuno lagi.”
Jangan Jawa saja
Untuk menyelamatkan rencong pemerintah Aceh harus melakukan langkah-langkah sistematis, seperti mensahkan senjata tradisional daerah.
Hal tersebut diutarakan Rosna warga Meulaboh.
Rosna: “Saya berharap pemerintah juga mengesahkan senjata tradisional daerah lainnya, seperti rencong dari Aceh.
Jangan hanya benda sejarah dari Jawa saja yang diperjuangkan. Pemerintah Aceh juga harus berusaha untuk mensosialisasikan rencong sebagai senjata khas daerah yang harus dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh.
Jangan nanti rencong hanya menjadi simbol kedaerahan saja.”
Bahkan sangat disayangkan jika peran pemerintah daerah tidak ada dalam mengupayakan penyelamatan rencong tersebut, ucap Zulkifli warga Meulaboh lainnya.
Zulkifli: “Kalau pemerintah Aceh tidak ada kepedulian terhadap nasib rencong sebagai senjata tradisional, kami berharap sebagai masyarakat Aceh kepada pemerintah Aceh atau pemerintah Indonesia supaya mengesahkan rencong sebagai senjata tradisional Aceh yang diakui oleh dunia.”
Bismillah
Rencong adalah senjata tradisional Aceh. Bentuknya menyerupai huruf L dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bertuliskan Bismillah.
Rencong sendiri termasuk dalam katagori belati, bukan pisau atau pedang.
Rencong dibuat menurut tingkatan pemakainya.
Untuk kalangan raja atau sultan biasanya rencong khusus dibuat dari gading bagian sarungnya, sedangkan bagian belatinya terbuat dari emas murni.
Sedangkan rencong-rencong lain hanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu sebagai sarungnya, kuningan atau besi putih sebagai belatinya. Harga rencong ukuran kecil berkisar Rp.45 ribu, sedangkan ukuran paling mahal dihargai sampai jutaan rupiah.
Namun Isnu Kembara dari majelis adat Aceh barat lebih setuju jika rencong disebut sebagai alat budaya, bukan senjata tradisional.
Isnu Kembara: “Rencong itu merupakan alat budaya orang Aceh, bukan senjata untuk perang atau membunuh orang.
Tapi ia merupakan alat budaya Aceh”.
Qanun rencong
Bukan hanya mensosialisasikan yang harus diupayakan oleh pemerintah Aceh, namun usaha untuk mengangkat kembali industri rencong, mendata serta memberikan penghargaan kepada para pengrajin, membuat pemeran khusus rencong serta melakukan seminar-seminar yang melibatkan masyarakat serta pelajar harus dilakukan.
Dengan begitu rencong tidak hanya menjadi simbol daerah yang nantinya bisa terlupakan.
Majelis adat Acehpun belum melegalkan dengan membuat qanun tentang fungsi rencong.
Salah seorang staf Unesco di Jakarta, Arya Gunawan, mengatakan, bisa saja jika rencong ingin diusulkan, syaratnya pemerintah Aceh harus mengusulkan kepada pemerintah pusat terlebih dahulu.
Kemudian pemerintah pusat akan bicara atau mengusulkan pada komite Unesco yang khusus mengurus masalah warisan budaya dunia. Prosesnya memang lama dan memerlukan banyak persiapan.
Oleh-oleh dari Aljazair
7 bulan yang lalu
0 komentar