Adalah taubat yang dapat mengikis habis segala dosa. Taubat yang dimaksud adalah penyesalan untuk tidak mengulangi lagi kesalahan semula. Biasanya dikenal dengan istilah taubat nasuha. Artinya, kadang-kadang taubat terucapkan dengan lisan, karena hanya bergema di dalam jiwa. Karena Alloh Maha Penyayang, taubat dengan cara itu pun bisa diterima.
Pernah seorang musafir tersesat di tengah belantara. Ia mencari-cari jalan keluar tak dijumpainya. Maka dengan lemah lunglai ia beristirahat di bawah sebatang pohon rindang. Keledainya ditambatkan pada salah satu ranting yang menjulur ke tanah. Ia tertidur. Ketika bangun, keledai itu sudah tidak berada di tempatnya.
Sedangkan semua bekal perjalanan, termasuk uang, selimut, makanan, dan air minum berada di punggung keledai itu. Ia mencarinya ke sana-kemari. Sampai petang tidak ditemukannya. Ia terus mencari. Hingga jauh malam. Karena lelah dan mengantuk, ditambah perutnya yang sudah kelaparan, ia terjatuh di bawah pohon dan setengah pingsan. Ia merasa ajalnya kian mendekat. Namun, ketika tiba-tiba ia agak siuman, tahu-tahu keledainya telah berdiri di mukanya. Alangkah gembiranya musafir itu. Seolah-olah ia hidup lagi setelah mati. Diciuminya keledai itu seraya berkata, “Ya Alloh, Engkau adalah hambaku, dan aku adalah Tuhan-Mu.”
Telah terpeleset lidahnya tanpa sadar. Seharusnya ia mengatakan, “Ya Alloh, Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah hamba-Mu.” Tetapi ucapan terbalik itu sama sekali saking meluapnya kegembiraan hatinya. Dan begitulah gambaran yang diperumpamakan oleh Nabi saw. mengenai kegembiraan Alloh menyambut hamba-Nya yang bertaubat sampai seperti musafir yang tersesat dan kehilangan keledainya namun ditemukannya kembali. Dan karena berkesangatan suka citanya itu hingga tersandung lidahnya mengucapkan kalimat yang terputar balik.
Itulah kemurahan Alloh. Bahkan ada yang lebih hebat lagi.
Konon di Hari Pembalasan kelak, ada seorang hamba Alloh sedang diadili di hadapan Tuhan. Ia dituduh bersalah, menyia-nyiakan umurnya di dunia untuk berbuat maksiat. Tetapi ia bersikeras membantah.
“Tidak. Demi langit dan bumi sungguh tidak benar. Saya tidak melakukan semua itu.”
“Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul-betul telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam dosa,” jawab malaikat.
Orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu ke segenap penjuru. Tetapi anehnya, ia tidak menjumpai seorang saksi pun yang sedang berdiri. Di situ hanya ada dia sendirian. Makanya ia pun menyanggah, “Manakah saksi-saksi yang kaumaksudkan? Di sini tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan suaramu.”
“Inilah saksi-saksi itu,” ujar malaikat.
Tiba-tiba mata angkat bicara, “Saya yang memandangi.”
“Disusul oleh telinga, “Saya yang mendengarkan.”
Hidungpun tidak ketinggalan, “Saya yang mencium.”
Bibir mengaku, “Saya yang merayu.”
Lidah menambah, “Saya yang mengisap.”
Tangan meneruskan, “Saya yang meraba dan meremas.”
Kaki menyusul, “Saya yang dipakai lari ketika ketahuan.”
“Nah, kalau kubiarkan, seluruh anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian tentang perbuatan aibmu itu,” ucap malaikat.
Orang tersebut tidak dapat membuka sanggahannya lagi. Ia putus asa dan amat berduka, sebab sebentar lagi bakal dijebloskan ke dalam jahanam. Padahal, rasa-rasanya ia telah terbebas dari tuduhan dosa itu.
Tatkala ia sedang dilanda kesedihan itu, sekonyon-konyong terdengar suara yang amat lembut dari selembar bulu matanya:
“Saya pun ingin juga mengangkat sumpah sebagai saksi.”
“Silahkan,” kata malaikat.
“Terus terang saja, menjelang ajalnya, pada suatu tengah malam yang lengang, aku pernah dibasahinya dengan air mata ketika ia sedang menangis menyesali perbuatan buruknya. Bukankah nabinya pernah berjanji bahwa apabila ada seorang hamba kemudian bertaubat, walapun selembar bulu matanya saja yang terbasahi air matanya, namun sudah diharamkan dirinya dari ancaman api neraka? Maka saya, selembar bulu matanya, berani tampil sebagai saksi bahwa ia telah melakukan taubat sampai membasahi saya dengan air mata penyesalan.”
0 komentar