Manajemen Warnet

Bagaimana cara menetapkan TARIP yang tepat buat WARNET?


Dalam berbagai kesempatan diskusi tentang warnet, ternyata banyak sekali rekan-rekan yang merasa bahwa tarip layanan warnet sekarang cenderung “perang harga” mirip seperti operator selular yang sibuk nyetel-nyetel taripnya.

Aku sendiri melihat bahwa peranan para pengusaha warnet dalam menciptakan “harga pasar” sangat besar, karena itu aku coba sharing beberapa pengalaman yang bisa digunakan untuk menentukan “TARIP YANG TEPAT” buat warnet.

Pada prinsipnya harga tergantung penawaran dan permintaan (ini yang disebut hukum ekonomi) kalo tempatnya rame dan sampe ngantri... tentu aja mesti dinaikan harganya supaya antrian berkurang.... sehingga total pendapatan jadi maksimal (atau bahasa alusnya optimal).

Kalo warnetnya sepi... ya pasti banting harga.... biar menarik pelanggan, tapi sekedar buat ilustrasi nih, bahwa konsumen kan gak semuanya sensitif terhadap harga sehingga dia cuma cari murah...  umumnya pelanggan yang lebih ngerti akan cari warnet yang harganya "pantas" sesuai dengan kecepatan bandwith, layanan dan kenyamanan.

Kalo sampe ada warnet tetangga yang brani banting harga ditempatku... bakalan tak "habisin" pake program promosi yang agresif, bukan dengan nurunin harga.

Tarip di tempatku kayaknya cukup mahal...  6000 per jam, tapi khusus anggota dapat potongan 50% (sama aja dengan 3000perjam kan) tapi faktanya, ternyata banyak juga yang gak mau jadi member, dan rela bayar Rp6000/jam, bahkan ada ruang  VIP yang taripnya Rp7500,- per jam. Sehingga rata-rata tarip kalo di blending jadi satu diperoleh nilai Rp5000,- perjam.

Jadi garis besarnya adalah; sediakan menu tarip yang bervariasi, mulai dari murah meriah dengan bandwith pas-pasan sampe tarip premium dengan bandwith superior dan pelayanan bintang lima.... he..he..he... yang penting hasil akhirnya... bro...!!

Masalahnya adalah bahwa proses penetapan harga sendiri cenderung “Coba2” sehingga malah bikin frustasi para pengusaha warnet yang sangat sensitif terhadap tarip.
Berikut ini, aku coba berikan tahapan yang cermat dalam menentukan tarip warnet anda.


Tahap 1.
Dalam menetapkan harga, coba lihat target market atau keadaan demografi dan sosial ekonomi calon konsumen warnet. Jangan terjebak dengan istilah keren yang tadi barusan aku tulis. Cukup lihat, konsumen warnet rata2 adalah anak sekolahan, yakni usia remaja-muda sampai dewasa (10 tahun – 40 tahun) orang tua jarang pake warnet karena jamannya udah lewat, sedangkan anak SD Cuma bisa main game, dan uang sakunya kecil… he..he… he.. .. maaf ya aku dulu juga pernah jadi anak SD kok...

Sedangkan untuk sosial ekonominya, bisa perkirakan berapa sih uang saku anak-anak kita sendiri? Saya bisa ilustrasikan begini: Anak SD dapat uang saku paling sedikit Rp2ribu per hari = Rp 60ribu sebulan. Nah kalo anak itu mau main komputer, tentu saja dia harus menghemat uang jajannya dengan berbagai cara, mulai dari mengurangi jajan, atau menggunakan transport jalan kaki... dulu saya Cuma dikasi sangu Rp5rupiah, dan kalo mau nabung, maka gak boleh makan atau minum, sehingga keesokan harinya saya punya uang Rp10rupiah. Nah kalo jaman sekarang mungkin seorang anak harus menghemat Rp1000,- perhari supaya bisa main warnet. Bahkan mereka yang kreatif, ternyata membeli voucher prepaid warnet, dengan cara patungan bersama teman mainnya, sehingga mereka bisa membeli bersama-sama dan menggunakannya dengan bergiliran. Bahkan ada yang lebih kreatif lagi, dia membeli voucher prepaid yang Rp50ribu untuk 20jam, dan menjualnya kepada teman-temannya dengan tarip Rp3000 per jam. (Gila tuh anak... kecil-kecil udah jadi pengusaha warnet...!! Saingan Gue... he...he....he....)

Tahap 2.
Berikutnya, kita harus perhatikan kondisi persaingan bisnis warnet disekitar kita, kalau ada warnet yang pasang harga sampai Rp1000 perjam, sudah bisa diperkirakan bahwa warnet tersebut sudah mau gulung tikar, atau memang fasilitas layanannya sangat minim. Lalu perhatikan harga termahal pada bisnis warnet disekitar kita, jika ada yang masih pasang tarip Rp6ribu/jam, itu tanda-tanda bagus.

Dari sini kita bisa menetapkan harga warnet kita adalah Rp6ribu/jam (harga termahal). Tujuannya adalah untuk memberikan brand image, bahwa warnet kita adalah warnet berkelas, karena memang mahal dan bermutu sesuai dengan harganya.

Tahap 3.
Langkah paling menarik, adalah mulai menciptakan daya tarik buat konsumen, bahwa diwarnet kita ada harga khusus buat konsumen dengan daya beli rendah, dan ada juga harga premium untuk konsumen dengan daya beli tinggi. Tentu saja semuanya ditentukan dengan kondisi dan fasilitas layanan yang sesuai ya.

Misalnya untuk member (reguler customer) sebaiknya ditawarkan paket prepaid dengan harga murah misalnya voucher Rp15ribu untuk 5jam (tarip per jam Rp3000), atau voucher Rp50ribu untuk 20jam (tarip per jam Rp2500,-) – tentu saja tarip ini terlihat murah, tapi dalam prakteknya mereka harus bolak-balik berkunjung ke warnet kita dalam kurun waktu masa berlakunya voucher yang Cuma 30 hari, dan kita sendiri sudah dapat uang dimuka, tanpa perlu tahu apakah nanti dipake atau hangus, uang itu tetap jadi milik kita…. He..he…he…. semua pengusaha warnet pasti setuju dengan trik ini, sementara itu konsumen yang reguler pun senang, karena mereka dapat perlakuan istimewa dalam bentuk harga khusus yang bersahabat.

Sedangkan untuk pelanggan yang sekedar lewat untuk coba-coba atau memang sedang memerlukan, mereka tidak akan mau membeli voucher murah, karena memang tidak memerlukannya dan mereka tidak tahu apakah akan kembali lagi atau tidak? Nah disini ada suatu proses penyaringan pelanggan, dimana mereka yang membeli produk eceran tentu dapat harga eceran, sedangkan mereka yang loyal dapat harga grosir.

Sampai disini jelas kan, kenapa menu tarip harus dibuat berbeda-beda?

Tahap 4.
Ini langkah pamungkas, karena bagaimanapun persaingan akan makan korban, tentu saja tiap warnet punya daya saing dan nilai jual yang berbeda-beda. Untuk itu setiap warnet harus punya „keistimewaan“ yang menjadi keunggulannya.

Misalnya, kebersihan, kesejukan, kenyamanan, keramahan >>> kalo ini sudah dimiliki oleh semua warnet, maka pembedaannya dapat dilakukan dengan menonjolkan hal teknis misalnya, Monitor LCD 17 inch, Webcam, Headset, bangku empuk, CPU pentium 4, dsb. Jika hal ini juga sudah dimiliki oleh warnet-warnet lainnya, maka lakukan pembedaan dari sisi interior, suasana hijau dengan tanaman hidup, lampu yang cozy, fasilitas ruang tunggu yang nyaman dengan majalah bekas, atau komik lucu... dan sebagainya.

Akhirnya setiap warnet tidak boleh sama, walaupun memberikan layanan yang sama, tapi harus punya konsep berbeda. Ingat bahwa setiap bisnis penuh persaingan, bahkan kita bisa lihat dimana persaingan sangat ketat, itu tandanya tempat bisnis tersebut sangat subur. Sementara itu jika tidak ada persaingan, jangan-jangan tempat tersebut banyak hantunya sehingga tidak ada yang mau jualan disitu....hi..hi...hi.....

Sedangkan kita Cuma manusia biasa.. … … jadi ya harus kreatif untuk menciptakan daya tarik. Jangan sampe kalah sama anak SD yang kecil-kecil udah jadi pengusaha warnet ….!!! –

Tulisan ini, mencoba menjelaskan tentang konsep tarip, untuk melengkapi tulisan mengenai "Bagaimana Menetapkan Tarip Yang tepat buat Warnet?" sehingga ketika kita mencoba menerapkannya, bisa lebih percaya diri dan terhindar dari resiko ditinggalkan oleh pelanggan.

Konsep tarip apapun, akan dilihat oleh pelanggan secara langsung, dan bagi mereka tarip itu seperti "Undangan" yang disesuaikan dengan kemampuan/keterbatasan mereka.

Berikut ini beberapa hal yang saya terapkan;
1. Menyikapi soal tarip, saya menerapkan tarip "prepaid" dengan pertimbangan kemudahan dan kepastian bahwa pelanggan akan duduk di depan PC selama masa yang telah dibelinya.
2. Tarip postpaid, saya terapkan lebih mahal, dan tidak menarik, tapi masih bisa diterima oleh pelanggan yang memang butuh internet hanya sebentar.
3. Setiap meja PC, saya kelompokkan dalam 2 Group yakni "Common Room", "VIP Room" dan sebenarnya ada satu lagi, yang saya sediakan tapi gak terlalu penting "Smoking Room".
4. Sudah pasti tarip setiap Group berbeda, dan yang VIP adalah yang termahal, namun hanya berbeda di kenyamanan tempat duduk/meja yang disediakan. Untuk "Smooking Room" tentu saja dibikin mahal supaya perokoknya pada tobat.
5. Terakhir, saya pasang pengumuman tegas mengenai masing-masing tarip, baik prepaid, postpaid, untuk masing-masing kelas/Group.

Sekarang, tinggal menetapkan berapa tarip yang "menarik" ?

Saya mengeluarkan tarip prepaid Rp7k/3jam, hanya untuk sebagian kecil PC, dan angka tersebut saya tulis besar-besar untuk menarik pelanggan. Hasilnya, ternyata pelanggan ramai berkunjung karena murah, dan mereka antri untuk mendapatkan tarip murah, tapi buat yang tidak suka antri, bisa menikmati layanan premium dengan harga premium juga tentunya.

Secara total, jika dihitung seluruh pendapatan bulanan, dibagi dengan jumlah jam yang terjual, ternyata tarip rata-rata pelanggan warnet jatuh di angka Rp5k/jam. Itu dengan komposisi VIP:CRoom:Smoking  >> 10:25:5

Oh iya sekedar catatan, kalo untuk tarip "prepaid murah" yang Rp7k/3jam, cuma berlaku unt 10PC, dengan spec terendah, di ruang Common-Room dimana tempat duduknya terbuka (No-Privacy).

Cara ini terlihat dari luar, seperti "perang tarip", tapi sebenarnya tidak ada tarip "murah", yang ada adalah "undangan" buat pelanggan untuk datang berkunjung.
Banyak orang yang bertanya mengenai warnet, khususnya tentang pengelolaannya. Nah disini saya coba rangkum saja semua yang pernah saya tuliskan mengenai warnet, pada link berikut ini.

1. Pengendalian intern buat warnet
2. Menetapkan tarip warnet 1
3. Menetapkan tarip warnet 2
4. Menyusun laba rugi warnet
5. Menjual Warnet - jika sudah bosen usaha


Semua link di atas, hanya mencoba menjelaskan mengenai seluk beluk warnet dari sisi manajemen keuangannya, karena saya lihat sudah banyak berbagai blog yang membahas mengenai bisnis warnet secara detil, mulai dari instalasi sampai operasinya dengan cukup komprehensif, namun belum ada yang mengulasnya secara administratif, padahal banyak masalah administratif yang sering terlupa untuk diperhitungkan sehingga malah menimbulkan masalah dalam operasional warnet itu sendiri.

Apa yang saya tulis di atas, merupakan ilustrasi berdasarkan pengalaman mendirikan dan mengelola warnet yang sudah berjalan lebih dari 3 tahun, dan juga merupakan hasil diskusi dengan rekan-rekan sesama pemilik warnet yang terkadang memiliki pertanyaan seputar masalah administratif ini. Jadi saya hanya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dari sudut pandang saya sendiri, sekaligus mendokumentasikan semua jawabannya dalam blog ini, supaya dapat dipelajari dan di ketahui oleh para pemilik warnet lainnya sekiranya mereka memiliki pertanyaan yang sama.

Jangan dikira saya adalah ahli dalam bidang warnet, karena saya hanyalah karyawan biasa yang senang belajar dan mengembangkan usaha mandiri dalam rangka menyongsong masa pensiun saya dikemudian hari. Jadi kalo ada yang kurang tepat atau kurang berkenan saya mohon dimaafkan dan semua saran serta masukan akan saya terima dengan lapang dada guna memperbaiki diri saya sendiri.


Tags: ,
Gading Moore

––––•(-• Tentang Gading Moore •-)•––––

Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan.
The way to get started is to quit talking and begin doing.
Walt Disney

0 komentar

Posting Komentar

Translate

Popular Posts